Kamis, 10 Agustus 2023

Review Oli Motul 5100 10W40 di MX King

Hello Brother Petrol Head.

Setelah me-review Oli Yamalube Super Sportdi motor saya yakni MX KING, kali ini saya akan me-review salah satu Oli Sultan buat motor kopling, Motul 5100 10W40.

Berdasarkan review singkat Mas Aripitstop, oli ini bisa dipakai sampai 2700km dan enak buat Touring. Oli ini juga menurut mas Jagat bisa bikin performa motor Vixion ngacir diputaran atas. Harga Oli ini waktu saya beli Rp 120.000,- ditoko Pro Ban tahun 2020. Yang edan nih oli langsung saya coba buat mudik dari Depok ke Magelang dengan jarak tempuh 550 km via jalur Pantura - Weleri - Limpung - Sukoredjo - Temanggung.



0 – 120 km : begitu ganti oli langsung berasa bedanya. Pegantian gigi terasa sangat halus bahkan terkesan “Licin”. Engine Brake langsung berkurang drastis mirip YAMALUBE SUPER SPORT, serem euy rasanya. Getaran mesin sama persis kaya YAMALUBE SUPER SPORT.

121 – 600km : Pergantian gigi halus tetapi saat dimomen ini ada peningkatan getaran mesin pada kecepatan 60 - 70 km/jam tetapi setelah kecepatan itu hilang. Sempat dicoba untuk tes kecepatan maksimal di Jl. Lenteng Agung, hasilnya didapat kecepatan maksimal 120km/jam. Pernah coba juga untuk YAMALUBE SUPER SPORT didapat kecepatan maksimal 110 km/jam. Akselerasi diputaran atas juga terasa meningkat. Nih oli memang cocok buat balapan, tapi tidak direkomendasikanya, SAFETY FIRST, hehehe...

600km – 1800km : Getaran mesin yang terjadi dikilometer kecepatan 60 - 70 km/jam, di kilometer ini hilang. Dikilometer 1300 motor saya pakai buat mudik; tentunya motor sudah diservis ganti Filter Oli dan Udara, Servis Ringan, Ganti kampas rem, dan Cek Rantai. Selama perjalanan mudik, motor terasa enak sekali, torsi diputaran bawah tidak drop seperti di YAMALUBE SUPER SPORT dan selama perjalanan saya merasa oli Motul 5100 masih bisa di-Push atau digali lagi Performanya tetapi mesin sudah maksimal, jadi performa maksimal ini oli bisa dirasakan lebih mendalam dimotor Satria FU atau di Ninja 250 FI.


1800 - 2100km : Disini Performa oli masih bagus, tetapi dikilometer 2000 getaran mesin mulai menunjukkan peningkatan namun masih bisa dipakai untuk perjalanan Magelang - Yogyakarta karena getaran mesin masih belum terlalu mengganggu.

Sebelum pulang ke Depok, saya mencari Planet Ban (tahun 2023 Planet Ban sudah tidak jual Motul lagi, sayang sekali) tetapi jaraknya terlalu jauh jadi ganti oli Motul 5100 dibengkel biasa yang lumayan besar, tapi saya ragu kualitasnya asli apa tidak. Dan benar saja Oli nya palsu, di 800km getaran mesin berasa gak enak dan oper gigi mulai agak seret. Akhirnya di 1000km saya ganti oli.

Kesimpulan Oli ini cocok untuk pemakaian jarak jauh bahkan touring sekalipun serta tergolong sangat nyaman (nilai 90) untuk pemakaian harian apalagi dengan kondisi jalan yang tiap hari macet ditambah dengan akselerasi yang ngacir banget diputaran atas. Oli ini juga terlalu Over Power bahkan agak Over Price(untuk pemakaian harian) untuk MX KING karena performa maksimal nya tidak tergali sepenuhnya karena performa mesin sudah mentok.

Senin, 29 Maret 2021

Review Cappucino Sachet di Indonesia....

 Selamat Siang Guys...

Mau review tentang Otomotif, lagi gak ada dana buat Riset. Kira-kira mau review apa ya ?

Cari – cari digoogle, akhirnya w putuskan review Cappucino Sachet yang ada di Indonesia karena belum ada digoogle.

1.    Torabika Cappucino

Ini adalah Cappucino Sachet yang paling laris sejak 2016. Pertama kali dipasarkan (seingat penulis) itu tahun 2007. Iklan pertamanya bisa cari di Youtube. Waktu pertama kali coba, rasanya Cappucino banget(biarpun rasa kopi dan susunya nggak sekuat Cappucino di Cafe-cafe) dan Choco Granule-nya berasa banget. Tapi seiring berjalannya waktu rasa Torabika Cappucino semakin nggak nikmat. Rasa susu yang dulu terasa Creamy, kini terasa seperti ada rasa “santan” . Mungkin kalian nggak setuju dengan rasa “santan” ini, tapi saya yang kerja di labolatorium bidang makanan dapat merasakan hal ini. Selain itu takaran Choco Granulenya juga nggak sebanyak waktu dulu (Sebelum 2017). Yang membuat Torabika Cappucino ini laris manis adalah Rasa pahitnya yang berasa dan nggak terlalu manis, gak heran kalo dikampus Torabika Cappucino paling dicari.

Terus gimana hubungannya dengan Lambung ?

Nih Cappucino buat yang Maag-nya agak berat, lumayan bikin Crancky diperut. Buat saya yang Maag-nya ringan agak bikin perut gak nyaman tapi masih bisa diakali. Caranya sebelum minum nih kopi saya makan cemilan(kalo perut kosong) terus baru minum Torabika Cappucino. Setelah minum kopi baru makan nasi+lauknya, hehehe...

 

2.    Good Day Cappucino

Ini adalah pesaing terberat Torabika Cappucino. Rasa kopinya memang gak se-berasa Torabika Cappucino tapi juga lebih manis. Tapi buat yang gak terlalu suka rasa kopi yang strong, ini cocok-lah. Takaran Choco-Granulenya pada awalnya sama seperti pesaingnya, banyak tapi dikurangi seiring berjalanya waktu. Rasanya dari dulu sampai sekarang Alhamdulillah tetap konsisten. Untuk lambung ini Cappucino bisa dibilang paling ramah.

 

3.       TOP Cappucino


Ini Cappucino Sachet terbaru yang Tayang di TV pertama kali April 2019. Rasanya Mirip Good Day tapi gak se-enak Good Day apalagi rasa “santan”nya lumayan berasa. Foam-nya lebih sedikit dibanding kedua merek diatas. Takaran Choco-Granulenya sama seperti Cappucino Sachet yang sekarang namun teksturnya halus seperti susu bubuk dan lebih “Dry” dibanding dua merek diatas. Nih Cappucino buat yang Maag-nya agak berat, lumayan bikin Crancky diperut.

 

4.     Indocafe Cappucino


Ini adalah pelopor Cappucino Sachet di Indonesia. Berdasarkan penelusuran penulis, Indocafe Cappucino pertama dirilis tahun 1999. Rasanya bisa dibilang paling Pahit diantara semua Cappucino Sachet di Indonesia. Berbeda dengan para pesaingnya, Indocafe Cappucino tidak menyediakan Choco Granule. Mencari-nya di era sekarang agak susah dibanding dulu Sebelum 2015. Indocafe sendiri dulu sangat populer dan mudah dicari diwarung2 terutama produk Indocafe Mix. Untuk masalah Lambung, ini Cappucino sama seperti Torabika. Rasa dari Indocafe Cappucino sendiri selalu konsisten dari dulu hingga sekarang.

Itu tadi beberapa merek Cappucino yang ada di Indonesia. Masih ada merek lain tapi merek2 diatas merupakan merek yang mudah dicari bahkan diwarung sekalipun. Ke depan akan lebih banyak merek-merek Cappucino baru yang mungkin muncul. Semoga bermanfaaat...

Minggu, 06 September 2020

Review Lampu TAKO Halogen 35/35W MX King tahun 2016

 Hai sobat motor !

Kali ini saya akan membagikan hasil review saya yaitu Lampu TAKO Halogen 35/35W 
dengan kaca kuarsa biru. Jadi ceritanya habis dari Lenteng Agung terus pulang lewat
RTM Kelapa Dua, Depok. Pas lewat perumahan duta yang gak ada lampu jalanan,
kok gelap banget. Ternyata lampu halogen bawaan pabrikan mati total euy...
Terus cari-cari bengkel disekitar perumahan, akhirnya dapet yang jual lampu halogen.
Itu juga tinggal satu stoknya. Oke langsung action !



Pertama lihat fisiknya "kok kacanya biru ?" tapi karena kondisi darurat, apalagi sering-
lewat jalanan yang banyak patroli, ya udah pasang aja.
Lalu si opung-nya(yang punya bengkel) melepas 3 baut terluar pakai kunci L, buka-
body-nya agak susah karena berbentuk sambungan ala Tazos plus body yang agak 
ringkih. Yah motor jaman sekarang emang dominan plastik plus semakin mengurangi-
sambungan yang menggunakan baut, biar irit produksi gitu. Ternyata dibalik body -
masih ada dua baut berbentuk kembang, oke kita lepaskan. Copot dudukan lampu,
akhirnya lampu bawaan dilepaskan. Oke kita pasang lampu yang baru, ets hati-hati
jangan sampai kacanya dipegang langsung sama tangan karena kotoran pada kaca
lampu halogen menyebabkan bagian kaca yang kotor akan menghitam dan merusak
lampu halogen. Kita nyalakan dulu motor, dan Lampu yang Baru menyala, YES.
Oke kita pasang lagi baut dan body-nya. "Berapa pung ?", "60 ribu". Wow mahal
banget kayaknya. Tapi karena sudah dipasang ya sudahlah, lagi pula juga disko darurat.
Cari di internet ternyata harga Lampu Halogen TACO di OnlineShop Rp 22.000 - 35.000,-
plus Ongkir Rp 10.000,- wah selisih 50%. Tapi kalo dipikir2 yah daripada pasang sendiri
mana susah banget bongkar pasangnya yo wes lah Ikhlasin saja.

Pas pertama kali pakai, ternyata sinar yang keluar berwarna Putih Kekuningan, bukan
biru seperti ekspektasi awal pas lihat kacanya. Mantap lah warnyanya Putih Kekuningan
dibanding halogen bawaan pabrikan yang Kuning Keputihan, jadi terasa lebih terang plus
objek didepan jadi lebih jelas. Tapi saya kecewa karena dua hari pertama nyalanya redup.
Lalu hari ketiga lampunya terlihat lebih terang dari sebelumnya tapi masih kurang puas.
Hari ketujuh akhirnya lampu menyala dengan terang yang maksimal.

Lampu Halogen Bawaan Pabrikan 35/35W (MX King 2016)

Lampu TAKO Halogen 35/35W Temp. Colour 5000K.

Nah terlihatkan pebedaan antara Lampu TAKO dengan Lampu Bawaan Pabrikan pada gambar.

Untuk lampu bawaan pabrikan umur pakai untuk lampu dekat (low beam) 37.891 km sementara
lampu jauhnya (high beam) 20.271 km. Untung lampu tembaknya yang modar duluan, kalau
lampu dekatnya duluan waduh hamsyong kalo pas malam kasian pengendara dari arah berlawanan.

Oke itu dia penjelasan dari saya, jangan lupa pakai masker kalo keluar rumah, cari masker yang
nyaman supaya aktifitas tidak terganggu karena masker yang nggak nyaman.

Sekian dan sampai jumpa...

Jumat, 28 Februari 2020

Review Oli Rantai KIT Motors Vs Carerra Vs Mega Cools Motor Chain Lube

Hai sobat Otomotif...
Kali ini saya akan mereview tiga merek Oli Rantai Motor (Chain Lube).
Langsung saja...

A. KIT Motors Chain Lube
     Merk KIT Motor Chain Lube memang  sudah tidak asing lagi bagi telinga biker
     di indonesia.
     Dari segi kemasan, KIT yang paling keren dari semua merek sejauh yang saya temui.

     Kelebihan :

  1. Kualitas perlindungan terhadap debu adalah Baik (8 dari 10).
  2. Cairan yang menyemprot ke velg akibat putaran tinggi minim (7 dari 10).
  3. Mudah didapat di minimarket maupun supermarket.
  4. Tersedia cantelan untuk menaruh Sedotan.
  5. Sangat Efektif melindungi dan menghilangkan karat.
  6. Anti Friksinya bekerja dengan Baik.

    Kekurangan :

  1. Tergolong mahal karena dengan harga Rp 25.000,- isi hanya 110 ml.
  2. Cepat kering untuk pemakaian harian sehingga perlu semprot seminggu sekali untuk cuaca kering.
  3. Tidak tahan air sehingga tidak cocok untuk pemakaian dimusim hujan / medan basah.

    Kesimpulan :
    KIT Motors Chain Lube cocok untuk motor yang jarang dipakai dan berperforma cukup tinggi
    seperti Ninja 250.


B. Mega Cools Motor Chain Lube
     Pertama kali kenal merek ini di Alfamart, waktu itu lagi diskon dari 30rb jadi 23rb
     dengan isi 300 ml. Selain Chain Lube, Mega Cool juga menjual Penetrant.

     Kelebihan :

  1. Harga murah, isi lebih banyak dibanding merek lain.
  2. Dapat digunakan untuk melumasi part lain selain rantai (multifungsi).
  3. Cukup encer sehingga mudah meresap ke celah-celah sempit.
  4. Mudah didapat di minimarket.

     Kekurangan :

  1. Kualitas perlindungan terhadap debu kurang (5 dari 10).
  2. Musim hujan mudah kering.
  3. Kurang melindungi dari karat.
  4. Pemakaian jangka panjang menyebabkan penumpukan debu dirantai sehingga rantai perlu dibersihkan dengan penetrant.
  5. Lebih cocok untuk melumasi part-part yang tidak bekerja pada performa tinggi misal kabel kopling, engsel, tuas kopling, FootStep, gembok.
  6. Tidak ada cantelan untuk sedotan.
     Kesimpulan :
     Namanya Chain Lube tapi nggak maksimal buat rantai.


C. Carrera Motors Chain Lube
     Merek ini cukup dikenal oleh bikers indonesia. Merek ini lebih dikenal sebagai versi murah
     KIT Motor. Harga Rp 20.000,- dengan isi 200 ml.

     Kelebihan :

  1. Kualitas perlindungan terhadap rantai cukup baik (7 dari 10).
  2. Mudah didapat di minimarket maupun supermarket.
  3. Harga lebih murah dari KIT, isi lebih banyak dari KIT.
  4. Efektif melindungi dari karat.
  5. Cukup efektif membersihkan dari karat.
  6. Tersedia cantelan untuk sedotan.
  7. Fitur penetrant(pembersih) bekerja efektif. Hal ini terlihat saat rantai disemprot agak banyak sehingga kelebihan Oli Rantai menetes dengan warna hitam pekat.
  8. Tahan lama, cukup semprot dua minggu sekali di musim kemarau.

      Kekurangan :

  1. Kualitas perlindungan dari debu tidak sebaik KIT Motors.
  2. Musim hujan sedikit lebih cepat kering sehingga perlu disemprot 10 hari sekali.
  3. Sedikit encer sehingga sebagian cairan menyemprot ke velg bersama dengan kotoran rantai.

       Kesimpulan :
       Carerra Motor Chain Lube paling cocok untuk Motor Harian namun dengan cacatan lintasan
       yang dilalui dominan aspal. Saya belum mengujinya untuk yang sehari-hari melewati
       medan off road karena medan off road butuh pelumas yang super awet dimana
       sepengalaman teman saya dikasih oli mesin saja seminggu rantai sudah kering.

BACA JUGA :
Review 4 Tahun Pemakaian MX KING
Review Ban Dunlop vs Zeneos with MX King

Kamis, 28 November 2019

Review 4 Tahun Pemakaian MX KING

Hai apa kabar pecinta otomotif  ? (Kalau OTOLovers udah ada yg punya, hehehe...)
Udah satu setengah tahun nggak nulis Blog, jadi lupa gimana cara nulis Blog yang baik.
Dan salut buat yang bisa terus konsisten ngeBlog apalagi Vlog, saya blm bisa seperti mereka.

Kali ini saya akan membahas bagaimana 4 tahun pemakaian MX King. Cek It Out !
Awalnya ane pake Revo keluaran 2008 (yang knalpotnya Chrom Metalic), itu juga punya bokap jadi jarang2 pakai-nya. Berhubung badan rada bongsor, jadi kurang tarikannya kalo nanjak pake Revo. Sempat tertarik sama Yamaha Scorpio, tapi sayang waktu itu mau discontinue. Terus beralih ke Honda Blade, tapi urung karena merasakan punya temen beberapa tahun pakai, beberapa part terasa mulai ringkih. Lalu muncullah desas-desus Jupiter MX 150. Setelah membaca Spesifikasi dan Review dari Blogger dan Website Berita Otomotif, akhirnya bulat mengambil MX King.



Pertama pakai kagok karena jarang pakai kopling plus cara mengganti gigi yang dicungkil. Dua bulan pakai akhirnya lancar juga ngopling. Jelas senang banget karena tenaga dan tarikan cukup besar, biarpun masih kalah sama Vixion. 2 bulan Pemakaian impressi yang didapat mesin terasa mudah panas, kecepatan diatas 60km/jam getaran mesin terasa besar, ketika pemakaian oli mencapai 800km mesin terasa kurang nyaman. Lalu ane coba cari solusinya di blogger dan ane putuskan untuk mengganti oli dari Yamalube Sport menjadi Yamalube Super Sport. Pertama pakai oli YSS, n terasa jauh perbedaanya, mesin lebih halus, gak gampang panas, tarikan atas lebih ngacir walaupun tarikan bawah jadi sedikit drop.

Review lengkap Oli Yamalube Sport vs Yamalube Super Sport baca disini Guys :
Review Oli YAMALUBE di Jupiter MX KING


Hampir setahun pemakaian setelah ganti oli YSS, semua baik-baik saja. Hanya ganti Filter Oli dan dab Filter Udara dan Servis Ringan sebanyak 2 kali. Saat menginjak usia satu setengah tahun (Odoometer 15.000 km) ban motor gampang kempes, pas dicek ternyata bagian samping ban terlihat retak-retak dan beberapa bagian seal tubeless terlihat longgar. Akhirnya ane ganti ban depan duluan karena kendala dana dan ban depan juga sudah botak. Seminggu kemudian ane ganti ban belakang karena ban-nya udah gak nempel sama velg. Merek ban dari pabrikan pakai Dunlop(hanya ada di MX150 keluaran pertama, seterusnya ban pabrikan pake IRC) terus ane ganti pakai Zeneos karena banyak direkomendasi sama pecinta Byson.

Untuk Perbandingan antara ban Dunlop vs Zeneos bisa agan baca disini :
Review Ban Dunlop vs Zeneos with MX King

Dua Bulan setelah ganti ban, Steering terasa gak nyaman dan anehnya spion suka berubah posisi kalo lewat jalan gak rata. Akhirnya bawa ke bengkel resmi, ternyata komstrinya oblak. Terus ane ditanya "Motor pernah jatuh ?", ane jawab "iya waktu km 3000an". Waktu itu ane jatuh karena rem mendadak saat hujan. Untung selamat dan motor cuma lecet body. Biaya yang harus dikeluarkan buat perbaikan komstir 300rb (tahun 2016) ditambah servis ringan, ganti filter dan jasa 160rb, jadi total 460rb.

Beberapa bulan kemudian ane bawa ke bengkel lagi, niatnya cuma servis ringan doang. Kata abang mekaniknya kopling-nya oblak. Ane baru kalo bunyi mesinnya "tak tak tak" pas lagi diam terus kopling ditarik bunyinya hilang itu ciri kopling oblak. Pas bongkar mesin, koplingnya kebakar(plat kopling berwarna pelangi) terus kampas kopling bener2 habis. Waduh biaya membengkak nih. Ganti rumah kopling 400rb, belum plat kopling, kampas kopling, ganti oli sama jasa. Untung c abang mekanik kasih solusi, pantek rumah kopling buat ganti karet kopling sama karetnya 200rb. Emang lama nunggu panteknya 2 jam plus servis satu jam. Total biaya yang dikeluarkan 500rb, mahal emang karena termasuk servis berat tapi masih murah dibanding servis ringan lengkap Honda Scoopy 450rb. Pastinya orang jaman now lebih pilih matic daripada gigi apalagi kopling karena mudah dan nyaman. Tapi dari segi biaya perawatan dan servis matic tuh lebih mahal, apalagi matic keluaran 2019 banyak banget sensor2 yang menempel disetiap sudut motor dimana kalo motor jatuh harus langsung dibawa kebengkel supaya sensor minimal segera dikalibrasi ulang. Karena jika tidak langsung ditangani bisa mempengaruhi sistem dan komponen lain pada motor. Terus gak tau kenapa rem belakang matic tuh gak pakem dibanding motor gigi. Akibatnya jadi lebih sering main rem depan, dan rem depan itu posisinya di-steer kanan barengan sama gas, ya otomatis tangan kanan gampang pegel. Itu jadi alasan ane pilih motor gigi daripada matic.

Tahun kedua motor ane bawa ke Kawah Ratu Gunung Salak. Gile jalannya Off Road bener, sepanjang menuju kawah ratu jalan berbatu terjal. Beberapa kali kolong motor nggesrek batu-batu kali. Ane akui nih motor termasuk ceper karen Ground Clereance 135mm, jadi kudu Effort kalo lewat jalan gak rata apalagi Off Road. Ditambah mono shock belakang nih motor empuk banget, jadi makin ceper kalo buat boncengan. Beberapa waktu setelah dari kawah ratu, ane bawa bengkel buat servis ringan sama ganti tutup oli (yang buat keluarin oli bekas karena jadi getas gegara Off Road kawah ratu. Pas servis ane ditawarin suntik injeksi, harga 70rb blm sama jasa, ya udah sekalian aja. Jadi ternyata setiap 15rb kilometer harus disuntik injeksi biar gak mampet tuh saluran injeksi. Dua setengah tahun umur pemakaian, ane kembali ke Bengkel Resmi. Ditanya udah pernah bersihin Throttle Body, ane bilang belum. Ada duit ya udah bersihin sekalian servis ringan. Setelah bersihin Throttle Body tarikan berasa kembali seperti awal, terus bensin juga jadi irit. Ngomongin bensin, ini motor termasuk irit, ane coba beberapa kali pake metode Full to Full, didapat angka 42 Km/L. Kata temen2 ane ini lebih irit daripada Vario 125 keluaran 2015, 2016, mantap lah pilihanku. Ini bisa jadi juga karena cara mengemudi yang gak asal-asalan. Tips nih dari ane pribadi, kalo ganti gigi jangan nyentak2 koplingnya kaya pembalap, ganti gigi pada rpm yang sesuai :

Gigi 1 - 2 : ± 4000rpm
Gigi 2 - 3 : ± 5000rpm
Gigi 3 - 4 : ± 6000rpm
Gigi 4 - 5 : ± 8500rpm


Buat yang gaya ridenya sok-sok racing hati-hati, temen ane ganti gigi di RPM 9000, akibatnya Odometer baru 15rb, GearBox harus ganti satu set seharga 600rb(tahun 2018) blm sama biaya lainnya. Motornya CBR150 Gen-5 keluaran 2018. Gak tau kalo di Yamaha bakalan bernasib sama atau dengan Odometer yang lebih tinggi kalo diperlakukan kaya gitu.

Tiga tahun pemakaian, ini motor paling enak kalo pas hujan, tarikannya enteng banget, mesin jadi halus banget. Cuaca panas juga masih enak selama oli-nya YSS(atau yang sepantaran dan lebih tinggi) cuma tarikan jadi rada lemot diputaran menengah ke atas kalo mesin udah kepanasan. Inilah kekurangan teknologi DiaSil Silinder, jika mesin terlalu panas tarikan jadi lemot (namun tingkat kelemotan tereduksi seiring pertambahan jumlah silinder mesin). Beda dengan teknologi Cylinder Liner (Boring) Baja punya Honda, biarun termasuk teknologi jadul tetapi dengan teknologi ini karakter motor Honda jadi agak mirip mesin diesel "makin panas makin enak". Pengalaman ini banyak diutarakan oleh pengguna yang biasa pakai Motor Kopling Honda lalu beralih ke Kopling Yamaha. Ditahun ketiga rem belakang terasa nggak maksimal pengeremaanya terus kaloudah diinjek lambat banget pedal rem kembali ke posisi semula. Ane bawa ke bengkel biasa, katanya bagian dalam Master Rem karatan. Master Rem lalu dibongkar, dibersihin sama ganti minyak rem. Dua bulan berjalan, lagi2 rem belakang bermasalah. Kali ini terasa kalo per Master Rem nggak ngeper. Ane bawa ke Bengkel Resmi, katanya per Master Rem harus diganti. Per-nya 60rb, lumayan mahal tapi lebih mahal kalo harus ganti Master Rem.

Tahun ke-4, Shock belakang mulai terasa gak enak, terlau empuk dan terlalu mentul2. Jok motor terasa mulai gak empuk. Mau ganti monoshock blm ada biaya. Mono Shock Standar pabrikan 500rb(tahun 2019), sementara Aftermarket paling murah 600rb. Susah juga ngumpulin uang lebih dari 500rb. Kopling lagi-lagi oblak tapi untung nggak sampe kebakar plat-nya, sama sekalian ganti kampas kopling. Tahun ke-4 ane lagi banyak kerjaan dan harus menempuh jarak cukup jauh PP 120 km setiap hari, udah gitu bawa motornya ngebut. Gara2 itu 8 bulan setelah perbaikan kopling, kampas kopling harus ganti karena udah tipis. Kampas kopling yang sudah tipis salah satunya ditandai dengan tarikan tuas kopling yang lebih dalam dari kondisi normal saat oper gigi. Ane bawa nih liburan ke puncak bareng temen2, kinerja mesin betul-betul mantap rasanya. Bisa dibilang benar-benar maksimal. Udara puncak yang sejuk jadi faktor pendukung karena pendinginan mesin yang baik dibanding kalau dipakai didaerah bercuaca panas. Seandainya Ground Clereance MX King lebih tinggi lagi, ya seenggaknya 150mm (normalnya MX 135mm) pastinya enak buat dipakai harian terutama wilayah kaya puncak yang jalannya sebagian Off Road.

Itu dia Guys Review Saya tentang MX King selama 4 tahun. Kalian punya komentar berbeda tentang MX 150 / MX King setelah sekian tahun pemakaian ?? MONGGO COMMENT-Nya.....

Senin, 12 Maret 2018

Review Ban Dunlop vs Zeneos with MX King

Hallo....

Udah lama nggak nge-blog lagi. Kali ini saya akan mereview performa ban motor dunlop dan zeneos.
Review kali ini mungkin akan berbeda dengan blog-blog lain. Penasaran seprti apa ? Yuk langsung aja.

Dunlop :
Depan     =   70/80 – 17 M/C 58P Type D102 TL
Belakang = 120/70 – 17 M/C 58P Type D102 TL ( http://www.dunlop.co.id// )

Zeneos :
Depan     =    70/90 – 17 M/C 38P Type ZN77 ( Info : http://www.zeneos-zn77.com/ )
Belakang = 120/80 – 17 M/C 58S Type ZN62 ( Info : http://www.zeneos-zn62.com/ )



DUNLOP 70/80 – 17 M/C 58P Type D102 TL

A.    Depan Belakang Dunlop
Percaya atau tidak, MX King keluaran pertama pake Ban Dunlop langsung dari pabrikannya. Biasanya Yamaha itu pakenya IRC. Sepertinya ini strategi marketing agar MX King laku, dan setahun setelah pake MX-King, 2017 menjadi titik awal pertumbuhan penjualan MX King.
Dari 0 – 17.000 km, Akselerasi yang diberikan Dunlop tak pernah pudar. Bayangin aja dengan oli Yamalube Super Sport (Oli Standar Pabrikan Yamalube Sport), Akselerasi dari 60 – 90 km/jam, memuaskan. Manuver yang dirasa pun memuaskan. Namun semua berubah ketika hujan, ban menjadi licin, sehingga kecepatan pun maksimal 70 km/jam dengan rata-rata 60km/jam di jalan yang lebar dan tak terlau ramai. Pernah suatu ketika melewati jalan raya aspal yang lebarnya cuma selebar jalan perumnas, motor jatuh ke kanan dengan kecepatan 30 km/jam karena rem mendadak. Sepertinya memang benar jika yang lain berkata Dunlop itu licin. Setelah menempuh jarak 10.000 km, handling kurang nyaman sehingga perlu tenaga ekstra untuk handling yang berakibat cepat lelah. Setelah 15.000 km, efek licin hilang begitu saja dimana ban depan mulai botak dan ban belakang terasa mulai rapuh ketika dipegang tangan. Untuk daya pengereman, bisa dibilang kurang tapi masih bisa ditoleransi. Dengan daya pengereman yang kurang ini mengharuskan rider mengeluarkan effort extra terutama saat rem mendadak. Kecepatan menurun perlahahn saat melewati tanjakan yang cukup panjang padahal handle gas stabil. Di 16.900 km alur tengah ban depan hilang dengan kondisi retak rambut di bagian Tread ban, akhirnya ban depan diganti dengan Zeneos. Sementara itu ban belakang masih Dunlop.
DUNLOP 120/70 – 17 M/C 58P Type D102 TL

B.    Depan Zeneos, Belakang Dunlop
Setelah ganti ban depan, handling terasa nyaman kembali bahkan cenderung lebih nyaman daripada dengan ban depan Dunlop. Akselerasi masih sama, ngacir rek. Daya pengereman untuk ban belakang masih sama, sementara ban depan mengalami peningkatan sehingga cukup mengurang effort saat pengereman. Kecepatan menurun perlahan saat melewati tanjakan padahal handle gas stabil (sepertinya ini karena ban belakang Dunlop dan dari sini juga ketahuan seperi apa karakter Dunlop). Beberapa waktu saya baru sadar kalau ternyata Zeneos ZN77 lebih tinggi dari ban Dunlop dimana Zeneos 70/90 sementara Dunlop 70/80. Hal ini terasa saat melewati polisi tidur dimana biasanya bagian bawah bergesekan dengan polisi tidur. Tapi terpaksa tidak dapat ngebut lagi semenjak motor kena lubang yang dalam sewaktu melaju dikecepatan cukup tinggi sehingga ban mengalami kerusakan dimana bagian samping ban retak , daya rekat ban pada velg turun plus kondisi Tread ban bagian kanan sudah retak-retak. Akhirnya di 17.120 km ganti ban belakang dengan merek Zeneos tapi beda tipe.


 ZENEOS 70/90 – 17 M/C 38P Type ZN77

C.    Depan Belakang Zeneos
Dengan format ban demikian, akselerasi di lintasan kering terasa turun drastis. Dari kecepatan 0 – 70 km/jam akselerasi sama seperti format Depan Belakang Dunlop, namun untuk mencapai kecepatang 80 km/jam saja sulit. Secara keselurahan, performa motor terasa seperti naik motor Revo keluaran pertama dengan ban standar pabrikan (Federal Type F137; Depan = 70/90-17 M/C 38P, Belakang = 80/90-17 M/C 44P) milik Bokap saat dilintasan kering. Otomatis gaya tarik tuas gas jadi kaya naik Revo tapi dengan tenaga besar (tenaga 150cc) dan manuver tetap ala motor sport. Karena gaya tarik tuas gas kaya naik Revo, bensin jadi lebih irit. Tapi sangat mengejutkan ketika lintasan basah alias hujan, akselerasi berasa kaya Dunlop dilintasan kering, tanpa efek licin sama sekali dan ban terasa nempel banget sama aspal. Awesome !
ZENEOS 120/80 – 17 M/C 58S Type ZN62

Daya pengereman meningkat (kalau dipresentasikan naik 40% dibanding format Depan Belakang Dunlop) sehingga mengurangi effort pengereman yang berimbas berkurangnya tingkat kelelahan saat berkendara. Kecepatan stabil saat melewati tanjakan yang cukup panjang dengan handle gas stabil. Setelah ganti ban belakang saya baru mengerti, ternyata penyebab pantat gampang pegal saat berkendara jauh (lebih dari 15 km) adalah ban belakang sudah berkurang daya peredam guncangannya. Tadinya mau ganti Busa Jok Motor, namun akhirnya batal. Lumayan besar biayanya kalau harus ganti Busa Jok Motor. Dari pengalaman ini, kalau pantat terasa gampang pegal saat menempuh jarak jauh, sebaiknya segera siapkan biaya untuk ganti ban motor terutama bagian belakang walaupun ban motor masih terlihat layak pakai. Tentunya dengan menyiapkan biaya penggantian ban dari jauh hari, ketika sudah waktunya ganti tidak perlu pusing lagi bahkan bisa beli ban dengan kualitas premium seperti Michelin bahkan Battlax. Urusan dengan polisi tidur, saat sendiri motor sama sekali tidak bergesekan dengan polisi tidur. Sementara saat boncengan masih bergesekan dengan polisi tidur terutama bagian Standar Utama (Main Stand).




[Review Depan Belakang Zeneos masih berlanjut, jadi tunggu update selanjutnya].

Kesimpulan :
a.    Dunlop
     -   Akselerasi
        Kering = 8.5
        Hujan  = 8.5   (Safety First. Tidak direkomendasikan ngebut saat lintasan basah).

     -   Daya Pengereman
        Kering = 6
        Hujan  = 5

     -   Daya Cengkram (Grip)
        Kering = 8.5
        Hujan  = 6

     -   Daya Redam Guncangan
        Kering = 7
        Hujan  = 7

     -   Durability (Ketahanan)
        Nilai = 9

     -   Handling
        Kering = 7
        Hujan  = 6

     -   Manuver
        Kering = 9
        Hujan  = 7

b.      Zeneos
      -   Akselerasi
         Kering = 6
         Hujan  = 8.5

      -  Daya Pengereman
         Kering = 8
         Hujan  = 7.5

      -   Daya Cengkram (Grip)
         Kering = 8.5
         Hujan  = 8

      -   Daya Redam Guncangan
         Kering = 8
         Hujan  = 8

      -   Durability (Ketahanan)
         Nilai = 9.5

      -   Handling
         Kering = 8
         Hujan  = 8

      -   Manuver
         Kering = 7.5
         Hujan  = 8

Dari penjelasan di atas, terlihat jelas performa Dunlop dan Zeneos. Mix n’ Match di atas terjadi tanpa terpikirkan oleh penulis sebelumnya. Tapi dari Mix n’ Match tersebut, saya rasa ini bisa jadi masukkan juga buat agan sekalian yang ingin performa maksimal tanpa harus merogoh kocek dalam dengan membeli ban premium. Ke depan saya akan mencoba ban premium seperti Michelin, Pirelli dan Battlax bila memungkinkan. Mohon Doa Restu dari agan sekalian. Terima Kasih.


Baca Juga :
Review Oli YAMALUBE di Jupiter MX KING

Rabu, 30 November 2016

Review Oli YAMALUBE di Jupiter MX KING

Banyak yang sudah me-review Oli di Yamaha VIXION di blog dan wordpress tapi saya merasa kurang puas karena dirasa kurang lengkap. Kali saya akan me-review Oli Yamalube di motor saya sendiri dan kebetulan belum ada yang me-review Perfoma Oli di MX KING walaupun secara teknis, mesin MX KING dengan VIXION 97% mirip.
      1.       YAMALUBE SPORT

a.       ASLI
0 – 60km Performa Oli belum terasa signifikan karena getaran mesin masih terasa besar pada titik tertentu tapi kipas radiator tidak mudah(sebentar-bentar) menyala saat macet.
60 – 900km :  getaran mesin sudah terasa normal tapi terasa agak besar saat berada pada kecepatan 60 – 70km/jam, namun berkurang setelah melewati kecepatan tersebut. Perpindahan gigi terasa normal tapi terasa agak nyangkut (saya gak tau istilah teknisnya) pas mau pindah dari gigi – 2 ke gigi – 1 terutama saat kondisi macet padahal kopling sudah ditarik full. Saat macet kipas radiator suka menyala dan menyala selama sekitar 3 menit. Angin dari kipas radiator terasa hangat dikaki bila memakai kaos kaki dan sepatu dan terasa membakar kaki saat cuma pakai sendal. Yang nyebelin setiap sampai rumah teutama setelah habis kena macet, kipas radiator sering menyala selama 5 menit. Mumpung oli berada pada kondisi maksimal, saya coba geber sampai kecepatan maksimal. Dan diperoleh kecepatan yang bisa saya capai adalah 106km/jam dengan akselerasi dari 85km/jam ke 100km/jam = 5 detik.
900 – 1200km : perpindahan gigi kadang suka nyangkut di setiap perpindahan gigi dan paling terasa saat perpindahan dari 2 ke 1 di kondisi macet, jadi harus agak dipaksa. Konsumsi bensin agak boros, kalau normalnya(dari pengukuran yang saya lakukan) 43km/L, sekarang jadi 40km/L.
>1200km : lewat sedikit dari 1200km, kipas radiator sangat sering menyala saat macet dan angin kipas radiator terasa panas dikaki, padahal pakai sepatu (kaos kaki juga lah, hehehe), apalagi kalo cuma pakai sendal. Getaran mesin terasa besar terutama saat mesin minta pindah gigi, saat kecepatan diatas 70km/jam dan paling besar saat kecepatan berada pada 60 – 70km/jam. Perpindahan gigi pun sudah terasa tidak nyaman.

b.      PALSU
Nah ini Oli saya dapat saat saya beli oli di bengkel pinggir jalan. Setelah pemakaian 60km lebih, perbedaanya mulai terasa. Getaran mesin terasa lebih besar saat mesin minta pindah gigi dibanding YAMALUBE SPORT asli. Kecepatan Maksimal yang bisa saya capai Cuma 100km/jam (pengukuran kecepatan maksimal ini saya dilakukan dijalan Jakarta, jadi gak bisa sampai 131km/jam seperti yang diberita karena banyaknya rintangan dan panjang lintasan yang terbatas) dengan akselerasi yang sama(85km/jam ke 100km/jam = 5 detik). Pada jarak tempuh 800 – 999km, reviewnya sama seperti 900 – 1200km diatas. Begitu masuk 1000km, mesin berasa gak enak parah, getaran mesin terasa besar sekali ditelapak kaki bahkan sampai terasa dipaha getaran mesinnya. SARAN SAYA MENDING BELI OLI DI DEALER RESMI KALAU MAU AMAN, TAPI JUJUR GANTI OLI DI DEALER RESMI KADANG PELAYANANNYA KURANG RAMAH KALO CUMA GANTI OLI DOANG, SEENGAKNYA SERVICE RUTIN xxxxKM BARU DILAYANI DENGAN RAMAH. Makannya saya ganti oli sendiri dirumah.

Kesimpulannya Oli ini cocok buat pemakaian harian dengan catatan karakter si pengendara yang gak suka kebut – kebutan dan kondisi lalu lintas yang tidak menghadapi macet setiap harinya. So, ini oli gak cocok buat pemakaian di daerah macet kaya Jakarta dan kota lainnya yang bernasib sama.

      2.   YAMALUBE SUPERSPORT

Menurut yang tertera di botol, oli ini bisa dipakai sampai 5000km/jam. Tapi saya baca beberapa review-nya di VIXION, Cuma sampai 2200 – 2300km. Tapi setelah dipikir – pikir, masuk akal kalo oli ini sama Yamaha di rekomendasikan buat R25 dan MT–25 dengan kapasitas oli mesin 2,4 Liter dengan kapasitas penggantian oli Non-FO(tanpa penggantian Filter Oli) 1,9L. Sedangkan kapasitas penggantian oli Non-FO di VIXION dan MX KING Cuma 0,9L. So, bisa dibilang 1 Liter Oli YAMALUBE SUPERSPORT Cuma bisa dipakai untuk jarak tempuh maksimal 2500km. Jadi klaim 5000km jelas diperuntukkan buat Yamaha 250cc.

0 – 60km : begitu ganti oli langsung berasa bedanya. Pegantian gigi terasa sangat halus bahkan terkesan “Licin”. Engine Brake langsung berkurang drastis, serem euy rasanya. Getaran mesin berasa lebih halus dibanding dengan Yamalube Sport. Tidak ada peningkatan akselerasi.

60 – 1000km : pergantian gigi terasa halus dan nggak nyangkut sama sekali bahkan saat perpindahan gigi 2 ke 1 dikondisi macet. Getaran mesin terasa halus dan sedikit membesar saat kecepatan diatas 60km/jam tapi saya rasa wajar dan pembengkakan getaran mesin pada saat kecepatan60 – 70km/jam hilang. Saat macet kipas radiator jarang menyala. Kalaupun menyala angin radiator tidak terasa dikaki sama sekali bahkan saat pakai sendal, wow!. Kipas radiator kadang masih suka menyala saat sampai rumah itupun Cuma satu menit dan pas saya coba taruh tangan saya di lubang aliran udara, udara dari kipas radiator terasa hangat. Lalu saya coba geber sampai kecepatan maksimal dan diperoleh kecepatan maksimal 110km/jam yang diperoleh dengan akselerasi 4 detik dari 85km/jam sampai 110km/jam, jelas terasa banget perbedaaanya bila dibandingkan dengan YAMALUBE SPORT yang butuh 5 detik dari 85km/jam sampai 100km/jam.

1000km – 1800km : Getaran mesin mulai agak membesar terutama saat kecepatan 60 - 70km/jam. Mesin mulai terasa lebih panas dari biasanya. Tapi keseluruhan masih nyaman untuk berkendara.

1800 - 2000km : Perlahan tapi pasti panas mesin semakin meningkat. Pas 1900km, setiap habis melewati jalan macet kipas radiator menyala dan angin dari kipas radiator terasa hangat kalau pakai sepatu dan terasa panas kalau pakai sendal. Begitu masuk 2000km, getaran mesin terasa besar saat diputaran bawah, pergantian gigi terasa nyangkut bahkan pada 3 dan 4.  Sebenarnya Oli YSS ini masih bisa terus dipakai sampai 2200km, tapi saya memutuskan melakukan pergantian Oli di 2070km karena takut nggak sempet ganti Oli.

Kesimpulan Oli ini cocok untuk pemakaian jarak jauh serta tergolong sangat nyaman (nilai 80) untuk pemakaian harian apalagi dengan kondisi jalan yang tiap hari macet. Performa yang disuguhkan pun terasa lumayan terutama untuk akselerasi dan kecepatan. Recommended lah ini buat yang ingin performa dan kenyamanan lebih tapi kantong tipis.

Ada sih Oli yang lebih bagus dari ini, yaitu MOTUL Ester 5100 10w - 40 seharga (kurang lebih) Rp 170rb dan yang paling top adalah MOTUL Ester 7100 10w - 40 seharga Rp 270rb (harga Maret 2017), tapi susah nyari-nya dan tidak selalu ready stock. Kalau di Jakarta saya tahu-nya ada di Toko Oli TODA.
Kalau ada rezeki, saya akan coba Oli MOTUL diatas....... (Edited pos : 10 Maret 2017)